Tuesday, April 4, 2006

Beleid Pemantik Amarah

Trust No. 25, Tahun IV, 2006, 04-April-2006
Rancangan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan diprotes ratusan ribu buruh. Karena terlalu mendengarkan suara pengusaha?
"KAMI bukan budak pengusaha!" Tulisan besar itu diarak keliling kota Makassar, Rabu pekan lain. Ratusan buruh berikat kepala mengawalnya. Sebagian lainnya mengacung-acungkan poster beraneka warna. Pada hari yang sama, ribuan buruh di Yogyakarta, Bandung, Bogor, dan Tangerang menggelar aksi serupa. Sementara di ibukota, buruh menjejali bundaran Hotel Indonesia dan halaman Gedung DPRD DKI Jakarta. Aksi protes yang massif itu meneriakkan satu suara: "Tolak revisi Undang-Undang Tenaga Kerja yang menyengsarakan pekerja!"
Aksi protes itu bermula dari beredarnya bocoran rancangan perubahan Undang-Undang Tenaga Kerja (UU No. 13 Tahun 2003). Ada banyak ketentuan dalam beleid yang belum genap berumur tiga tahun itu diubah, ditambahi, dan dihilangkan. "Pemerintah rupanya kembali menempatkan posisinya di belakang kepentingan pengusaha," sahut Sebastian Salang, Sekjen Federasi Perserikatan Buruh Independen, "Ini akan membangkitkan amarah buruh."
Tak heran jika amarah buruh meruyak. Tengok saja. Di sana disebutkan bahwa pengusaha bisa menggunakan sistem outsourcing dan kontrak untuk semua pekerjaan. Padahal, dalam undang-undang yang lama ditentukan hanya pekerjaan tertentu saja yang bisa dikerjakan oleh tenaga kontrak. Belum lagi soal pesangon. Dalam draf revisi yang disusun oleh pemerintah itu dikatakan bahwa pekerja yang upahnya lebih besar dari satu kali penghasilan tetap kena pajak, tidak berhak mendapat pesangon. Artinya, dengan asumsi penghasilan kena pajak saat ini adalah Rp 1,1 juta per bulan, maka buruh dengan gaji di atas angka itu tak akan berhak mendapat pesangon.
Gula-gula buat pengusaha kian nyata pada ketentuan tentang upah minimum. Nantinya, hal itu akan ditentukan oleh kondisi negara dan kemampuan perusahaan. Standar hidup layak—yang sebelumnya menjadi jiwa UU Tenaga Kerja—juga dihapus. Perusahaan boleh menentukan upah minimum hanya berdasarkan perundingan bipartit. Hal yang sama berlaku untuk tunjangan kepada buruh.
Pendeknya, di mata para aktivis buruh, lewat revisi itu ongkos yang mesti dikeluarkan para pengusaha kepada buruhnya menjadi kian kecil. Padahal, "Bohong bila upah buruh kita saat ini sudah kemahalan," tutur Salang sembari berjanji akan memberikan perlawanan yang "tak terlupakan" bila pemerintah memaksa mengegolkan rancangan yang disusunnya itu.Menariknya, walau belum diserahkan ke DPR, Ribka Ciptaning Proletariati, Ketua Komisi IX DPR, telah mengatakan akan secara tegas menolaknya. Menurut Ribka—yang mengaku telah mengintip isi revisi yang disusun oleh pemerintah—banyak pasal dalam rancangan tersebut yang bakal merugikan buruh, Sejumlah aturan yang mereka tunjuk, antara lain, tentang outsourcing dan pesangon.
Di mata Ribka, pemerintah melihat persoalan itu hanya dari sisi kepentingan pengusaha. Indikasinya, diulang-ulangnya alasan bahwa jika undang-undang yang lama tidak direvisi maka investor takut menanamkan modal. Kemudian, seperti kebakaran jenggot, langsung bertindak cekatan membuat paket Undang-Undang Investasi yang salah satunya merevisi UU Ketenagakerjaan. Jadi, "Sangat tidak tepat mereka berpikir seperti itu," tegasnya.
Walau mendapat serangan dari banyak pihak, Erman Suparno, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tampak tenang. Dia menerangkan draf yang disusunnya itu belum final. "Kami justru menunggu masukan dari masyarakat," ujarnya.
Erman juga mengatakan rancangan revisi itu disusun terkait upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membangun iklim usaha yang kondusif. Jadi, semangat perubahan undang-undang itu adalah agar para penganggur yang jumlahnya saat ini sangat besar bisa tertampung. Masalah kesejahteraan, cetusnya, bisa dibicarakan secara internal antara perusahaan dan serikat pekerjanya.
Ihwal kontrak kerja waktu tertentu Erman menjelaskan, dengan langsung lima tahun, nantinya buruh akan otomatis menjadi pegawai tetap. Padahal, sebelumnya kontrak hanya dua tahun, tapi bisa di perpanjang satu tahun dan diperbarui dua tahun sehingga jumlahnya sama, yakni lima tahun. Tetapi, di sana disebutkan harus ada jeda 30 hari. "Jeda itulah yang menjadi masalah, yakni pekerja selama satu bulan tidak dipekerjakan dan belum tentu dibayar," ujarnya.
Ihwal pesangon, menurut Erman, yang menjadi masalah saat ini adalah aturan pesangon bagi pekerja yang besar gajinya sama dengan karyawan yang levelnya jauh di bawah. "Ini harus dibenahi, tapi bukan dihapus," cetusnya. "Saya berharap masyarakat masih berpikir positif terhadap niat baik pemerintah ini," imbuhnya.
Suara senada disampaikan oleh Anton J. Supit. Ketua Asprindo. Menurutnya pengusaha hanya berharap agar dibuat aturan yang lebih luwes dan tidak kaku. Sebagai misal, dia menunjuk pengaturan mengenai perhitungan pesangon dengan membedakan gaji yang diterima buruh. Di Vietnam, katanya, pesangon dihitung berdasarkan enam kali gaji. Karena itu, Anton meminta agar dibicarakan lagi angka yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Sementara di Cina, kata Anton, walau gaji buruh kecil namun produktivitasnya tinggi. Tak heran, jika investor berbondong-bondong menanamkan modalnya di sana. Sehingga, meski UU Tenaga Kerjanya longgar tetapi karena industri yang masuk cukup banyak—450 dari 500 perusahaan terbesar dunia ada di Cina—tenaga kerja yang terserap juga begitu besar. Tenaga kerja pun menjadi langka. "Akhirnya buruh dengan sendirinya memiliki nilai tawar yang tinggi,” cetusnya.
Beberapa Materi Krusial
1. Tenaga Kerja AsingKetentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003:
Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan- jabatan tertentu,
Perubahan : Dihapus
2Perjanjian kerja waktu tertentu (outsourcing)
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Masa kontrak maksimal 2 tahun.
Perubahan: Dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan. Masa kontrak bisa mencapai 5 tahun sekaligus.
3 Batas usia anak bekerja
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Perubahan: Diperbolehkan mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun dan berhak untuk menandatangani perjanjian kerja (dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, khusus dalam hub kerja).
4 Batasan maksimal jam kerja lembur
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Jam lembur per hari maksimal 3 jam dan 14 jamper minggu.
Perubahan: Lembur dapat dilakukan maksimal 14 jam per minggu (tidak dibatasi perhari).
5 Waktu kerjaKetentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Cuti panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun.
Perubahan: Dalam draf tidak diatur secara rinci ketentuan cuti panjang, namun diserahkan ke masing-masing perusahaan untuk diatur tersendiri dalam perjanjian kerja.
6 Upah Minum Regional/ Provinsi
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Perubahan: Istilah "penghidupan yang layak" diganti dengan "....upah minimum sebagai jaring pengaman." Upah minimum memperhatikan kemampuan sektor usaha yang paling lemah.
7 Akibat mogok kerja tidak sah
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah akan diatur dengan Keputusan Menteri.
Perubahan: Akibat hukum dari mogok kerja tidak sah ada 2 alternatif;1. PHK tanpa pesangon2. Dikategorikan mangkir dan yang mengakibatkan perusahaan rugi, pekerja dapat dituntut ganti rugi.
8 Pesangon
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Perubahan: Pekerja yang upahnya lebih besar dari 1 kali penghasilan tetap kena pajak, tidak berhak mendapat pesangon. (Angka itu sekitar Rp 1,1 juta per bulan - red).
9 Perubahan batasan masa kerja sebagai dasar perhitungan besarnya uang pesangon
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Pesangon bagi buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun adalah 1 bulan upah (tidak ada minimal masa kerja).
Perubahan: Pekerja yang berhak mendapat pesangon 1 bulan upah minimal harus telah bekerja 3 bulan.
10 Skorsing bagi karyawan yang melakukan kesalahan berat
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: Pengusaha dapat melakukan skorsing kepada buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima buruh.
Perubahan: Karyawan yang melakukan kesalahan berat, dapat diberikan skorsing, dan selama skorsing tidak diberikan upah.
11 Besarnya Pesangon karena perusahaan melakukan efisiensi
Ketentuan Dlm UU No. 13 tahun 2003: PHK dapat dilakukan karena perusahaan rugi terus-menerus selama 2 tahun (dibuktikan dengan audit) atau karena force major dan pesangon diberikan 2 kali "PMTK".
Perubahan: Efisiensi yang berakibat pada pengurangan pegawai tidak perlu ada laporan audit. Pesangon yang diberikan 1 kali “PMTK”.
*Ariyanto, Pringgo Sanyoto, Ahmad Pahingguan, dan Teguh Usia Imam