Friday, April 6, 2007

Nyanyian Sjachriel Dari Balik Terali

Terali besi sudah mulai diakrabi mantan Gubernur Kalimantan Selatan periode 2001-2005, Sjachriel Dahram. Sejak 3 Januari 2007, ia ditahan KPK dan mendekam sementara di Rumah Tahanan Mabes Polri. Lelaki tua dengan perut buncit ini sedang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa dengan kapasitas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana belanja rutin kepala daerah antara 2001-2004 sebesar Rp 10,4 miliar.

Dalam siaran persnya, KPK – berdasarkan hasil penyidikan – menduga Sjachriel telah menggunakan dana tersebut tidak sesuai dengan fungsinya. Penyidik KPK menemukan bukti, sebagian dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Misalnya, untuk membeli kendaraan pribadi, merenovasi rumah pribadi, membeli ruko, dan membeli asuransi sebesar Rp 5,47 miliar.

Dalam pemeriksaan sebelumnya, Sjachriel menyangkal tuduhan tersebut. Ia mengaku hanya menggunakan dana taktis tak lebih dari Rp 1 miliar. Itu pun, kata dia, salah satunya digunakan untuk sumbangan wartawan dan biaya kongres. Menurut Sjahriel, semua penggunaan biaya itu ada tanda terima dan mempersilakan KPK memeriksanya. ”Toh, semua kuitansi masih ada,” ujarnya.

Namun, pada pemeriksaan selanjutnya, Sjachriel mengaku sudah mengembalikan dana Rp 2,143 miliar satu bulan sebelum penyidikan. Sepanjang proses selanjutnya, sang mantan gubernur itu dikabarkan menderita sakit dan harus mendekam di RS Polri Kramat Jati. Satu ”wabah” yang jamak diderita oleh orang-orang yang sedang menjalani proses hukum. Menurut Wakil Ketua KPK bidang Penindakan, Tumpak H Panggabean, KPK bisa memberi izin keluar sementara kepada Sjahriel mulai 12 Januari 2007. Sjachriel diperiksa di RS Polri Kramat Jati dengan kawalan ketat dua penyidik KPK.

Proses penyidikan terhadap Sjachriel memang harus dilakukan teliti dan cermat. Pasalnya, ia mengaku pernah berupaya menghentikan penyidikan KPK, dengan meminta bantuan oknum pimpinan Komisi III DPR RI, berinisial AS dari FKP, dan memberikan ”uang jasa” sebesar Rp 2,75 miliar.

Namun, belakangan, Sjachriel seperti dikibuli. Pasalnya, setelah ”uang jasa” diberikan, penyidikan toh tetap berjalan, bahkan ia langsung ditahan. Merasa gagal, si anggota dewan ini pun mengembalikan ”uang jasa” tersebut. Tetapi masih kurang Rp 500 juta, dengan alasan sudah telanjur dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi III. Nah, ini menjadi tantangan KPK untuk memberantas korupsi, termasuk menindak anggota DPR yang kerap jadi calo perkara.