Wednesday, July 5, 2006

MENUNGGU AKSI POLISI CUKAI

Trust, No. 38, Tahun IV,2006, 05-Juli-2006
Kewenangan pejabat bea dan cukai kian besar. Tarif cukai pun akan digenjot sebesar 65%. Pemerintah tutup mata terhadap putusan Mahkamah Agung yang mengharamkan penunjukkan Peruri sebagai satu-satunya pencetak pita cukai.
Kewenangan pejabat bea dan cukai kian besar. Tarif cukai pun akan digenjot sebesar 65%. Pemerintah tutup mata terhadap putusan Mahkamah Agung yang mengharamkan penunjukkan Peruri sebagai satu-satunya pencetak pita cukai.
Keinginan pemerintah meningkatkan pendapatan negara dari cukai agaknya tak bisa ditawar lagi. Menurut draf revisi Undang-Undang tentang Cukai yang Rabu pekan lalu kembali dibahas di DPR, selain menambah kriteria barang kena cukai (ada empat kriteria), bakal perundangan-undangan itu juga menaikkan tarif cukai maksimal 65%.
Guna menggapai target itu, wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pun dibuat semakin kuat. Kelak, selain berhak mengawasi pemakaian cukai, pejabat bea dan cukai juga berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan.
Dalam melakukan audit tersebut, undang-undang memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk meminta laporan keuangan, keterangan lisan dari pengusaha dan memasuki bangunan atau ruangan tempat penyimpanan laporan keuangan. Bukan itu saja, tempat usaha barang importir kena cukai, tempat usaha penyalur, hingga tempat penjualan eceran juga bisa dikunci ataupun disegel oleh aparat bea dan cukai.
Sayangnya, dengan kewenangan yang besar itu, undang-undang hanya memerintahkan adanya kode etik bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Selain itu, juga diamanatkan pembentukan Komisi Kode Etik untuk menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai. Sementara, jika terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang menyangkut pegawai Dirjen Bea dan Cukai, Menteri dapat menugaskan unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pegawai guna menemukan bukti permulaan.
Menariknya lagi, pada Pasal 64D dalam draf revisi itu disebutkan bahwa orang yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak memperoleh premi. Jumlah premi diberikan sebesar 50% dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang kena cukai hasil pelanggaran di bidang cukai.
Cukup? Belum. Draf revisi itu rupanya secara tegas juga mengakui dokumen dalam bentuk data elektronik sebagai alat bukti. Hal itu tertuang dalam Pasal 3A yang berbunyi dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai dalam bentuk data elektronik merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang ini.
Di mata Andi Rahmat, anggota DPR Komisi XI, pemberian premi itu merupakan hal yang wajar. Sepanjang tidak diambil dari pendapatan negara, kata Andi, maka hal itu bisa dilaksanakan. “Hal itu akan merangsang para pegawai untuk membongkar kasus-kasus di lapangan”, tegasnya.Andi juga menerangkan bahwa dia menolak secara keras usulan dikenakannya bea keluar. Dulu, katanya, Bea dan Cukai hanya memungut bea masuk saja. Tetapi, dalam draf revisi baru ini pemerintah mengusulkan supaya ada bea keluar. Menurutnya, hal itu berbahaya karena akan menjadi tarif berganda. “Kalau itu diterapkan”, ujarnya, “Daya saing produk ekonomi Indonesia akan semakin lemah.”
Lebih dari itu, Andi juga melihat bahwa draf revisi tersebut berpotensi memberikan kekuasaan yang besar kepada Menteri Keuangan. Soalnya, banyak sekali ketentuan yang ujung-ujungnya merujuk ke menteri untuk membuat aturan lebih lanjut. “Ada banyak diskresi ke menteri, hal itu akan kami batasi”, tuturnya.
Pita Cukai Tetap Peruri
Kritik terhadap rencana revisi beleid itu juga meluncur dari bibir Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia. Menurutnya, rencana itu tidak mengacu pada industri yang ada di Indonesia. Tarif cukai maksimum yang sekarang ditetapkan pemerintah adalah 55%, tapi yang berlaku adalah 40%. “Nah, yang 55% saja belum pernah tercapai, kok sekarang mau dinaikkan lagi?” ujar Ismanu. “Kami tidak setuju terhadap rencana itu”, katanya lagi.
PASAL-PASAL KRUSIAL ITU
Pasal 2(1) Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakterisrik yang: konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; produksi dan/atau pemakaiannya dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 39
(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan.
(1a) Dalam melaksanakan audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Pejabat Bea dan Cukai berwenang:
a. Meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai;
b. Memasuki bangunan serta melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat-tempat lain yang dianggap penting.
Pasal 40A
(1) Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan, dapat membetulkan surat tagihan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat tagihan yang tidak benar yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung.
Pasal 40B
(1) Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan orang yang dikenakan sanksi atau bukan karena kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar.Pasal 43AOrang yang berkeberatan atas keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan, setelah kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang terutang dibayar.
Pasal 43C
Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A atau gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B, diajukan kepada pengadilan pajak sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang pengadilan pajak.
Pasal 58A1.
Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).2. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).*
Ariyanto, Saswitariski, Teguh Usia, dan Ahmad Pahingguan.